Selasa, 29 Januari 2013

Relawan Tak Rela

Kata Relawan terakhir dimaknai sebagai sebuah Perbuatan BAIK yang dilakukan tanpa PAMRIH. Arti tanpa pamrih adalah, perbuatan baik yang dilakukan TANPA mengharap IMBALAN dari siapapun selain diniatkan untuk dan atas nama TUHAN. Artinya, seseorang jangan menyebut diri Relawan kalau masih mengingat ingat segala perbuatan baik yang DILAKUKAN pada siapapun. Apabila ada seseorang yang mengaku diri Relawan apalagi mengklaim perbuatan baiknya, maka setidak tidaknya orang tersebut tidak atau belum tahu atau paham apa yang disebut sebagai RELAWAN. Pendek kata, seorang Relawan sejati tidak akan mengungkit ungkit perbuatan baiknya dimanapun dan terhadap siapapun dia lakukan.
Pada saat Gunung meletus, banyak Relawan yang datang membantu mengevakuasi dan lain sebagainya, mereka menjadi Relawan sejati apabila tidak datang lagi lalu menemui yang pernah dibantu lalu berkata : “dulu saya yang bantu evakuasi masyarakat disini”. Kalimat tersebut sudah menunjukkan bahwa dirinya tidak rela atau ikhlas untuk berbuat baik. Lebih menyedihkan lagi apabila kalimat tersebut ditambah dengan :”kalau saya tidak evakuasi, sudah pasti semua mati terkena lahar dingin”. Begitu pula dengan Relawan dalam Pilkada, Pilkades dan Pilpres. Seorang Relawan sejati pantang mengganggu pemimpin yang telah didukungnya baik dalam hal penataan jabatan maupun kebijakan dan lain sebagainya. Dalam hal Relawan ADA, hanya dalam seratus empat puluh hari sudah dapat dilihat dengan jelas antara Relawan sejati dan Relawan yang tidak rela. Relawan sejati akan menjauh dari kekuasaan dan penguasa pilihannya, bahkan ditawari jabatan atau penghargaan atas perbuatan baiknyapun menolak atau menghindar dan memilih memantau dari jauh. Tetapi, tidak demikian halnya dengan Relawan yang tidak rela atau palsu. Dia akan mondar mandir kesana kemari dan merasa dirinyalah yang membuat sukses kemenangan ADA. Orang yang demikian dipastikan akan rentan dengan kekecewaan manakala dijauhi oleh pemimpin yang pernah didukungnya, dipilihnya dan bahkan diperjuangkan mati - matian.
Kekecewaan Relawan palsu inilah yang akhirnya meracik seakan akan kekompakan ADA mulai memudar. Menghasut kesana kemari setelah sulit merealisasikan tuntutannya yang tidak proporsional kepada bupati, lalu berpindah ke wakil bupati. Ada oknum pejabat yang berkepala Trenggiling alias Pentul atau Penjilat Tulen, ada oknum oknum LSM dan ada pula oknum oknum yang dulu numpang hidup pada bupati lama kini mencoba mendekati bupati baru tetapi gagal, lalu merangsek ke wakil bupati. Celakanya, wakil bupati menerima saja. Akhirnya muncullah dugaan bahwa rumah wakil bupati menjadi ‘sarang’ bagi para orang kecewa dan bermasalah. Oknum oknum tersebut dihadapan wakil bupati memang tidak berbicara apapun, tetapi ketika berada diluar, mereka menyebarkan isu isu negatif tentang bupati, dan bahkan ada pula yang seakan akan telah menjadi ‘orang’nya wakil bupati yang diduga bisa mengatur atau menjadi BROKER jabatan. Harry Respatie W

Tidak ada komentar:

Posting Komentar